Pada intinya menilai dan memandang keadaan pribadi seseorang dan kemudian selanjutnya mengingkapkan kepada orang lain termasuk sesuatu perbuatan yang memang tidak dianjurkan oleh syara’, bahkan bisa diancam dengan dosa apabila memang penilaian tersebut bersifat negatif, seperti mengabarkan tentang cacat serta kelemahannya kepada orang lain.di Dalam melakukan Jarh wa Ta’dil akan segera terungkap aib kepribadian seorang perawi. Oleh karena itu sangat dipermasalahkan apakah hal ini tidak sesuai dengan maksud firman Allah sebagaimana yang termaktub dalam al-Quran surat Al-Hujurat ayat 6 dan apakah ini memiliki arti kita tidak menentang sebagaimana anjuran hadits Nabi yang menyatakan:
“ Barangsiapa yang bisa menutupi kejelekan saudaranya (yang muslim) di dunia ini , maka Allah akan menutupi kejelekan baginya pada waktu hari qiyamat nanti ”(Hadits riwayat. Ahmad).
Menanggapi permasalahan tadi diatas Ajaz al-Khatib justru memiliki pandangan sebaliknya dan menyatakan bahwa kaidah-kaidah syari’ah yang umum sudah menunjukan kewajiban untuk melestarikan ilmu ini sebab dengan memakai ikhwal para perawi akan nampak jelas jalan yang lurus untuk senantiasa menjaga al-Sunnah(al- Hadits).
a. Firman Allah Swt dalam surat al-Hujurat ayat ke 6
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan sangat teliti agar kamu tidak menibankan suatu musibah kepada suatu kaum dengi tidak mengetahui keadaannya yang mengakibatkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.(QS. Al Hujurat: 6).
b.Firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah ayat 282.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah, tidak secara tunai untuk waktu yang sudah ditentukan, maka hendaklah kamu mencatatnya . dan hendaklah seorang penulis di antara kamu mencatatnya dengan benar. dan janganlah penulis tidak mau menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulisnya , dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia senantias bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia sampai mengurangi sedikitpun daripada hutangnya itu. Seandainya yang berhutang itu orang yang keadaan lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri gak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya itu mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan jumlah dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antara kamu). jika tidak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jikalau seorang lupa Maka yang seorang lagi mengingatkannya.dan janganlah saksi-saksi itu tidak mau (memberi keterangan) apabila mereka itu dipanggil; dan janganlah kamu merasa jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu untuk membayarnya. yang demikian itu, lebih adil berada di sisi Allah serta lebih menguatkan persaksian dan juga lebih dekat kepada tidak (melahirkan ) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu lakukan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika seandainya ) kamu tidak menuliskannya. dan persaksikanlah jika kamu berjual beli; dan janganlah penulis serta saksi saling sulit menyulitkan. jikalau kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah merupakan suatu kefasikan pada dirimu. dan hendaklah bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui atas segala sesuatu.
Menurut pendapat Ajaz al-Khatib yang dimaksud dengan “ adalah orang-orang yang kamu ridhai agama serta keimanannya. Disamping dalil-dalil di atas tadi ada beberapa keterangan yang menyatakan bahwa seiring dengan munculnya periwayatan yang salah satu sisi pentingnya didalam menetapkan khabar yang sahih ialah keadilan dari sisi periwayatannya, maka al-Jarh wa ta’dil ini sudah diperaktekan pada zaman sahabat, tabi’in, dan juga generasi selanajutnya. Kepentingan utama untuk melakukan al-Jarh dan ta’dil ini adialah semata-mata hanya bekhidmat pada syari’at Islamiyah, menjaga sumber syari’ah yang dilandasi kejujuran serta niat yang ikhlas.
0 Response to "Dalil bolehnya Jarh wa Ta'dil"
Posting Komentar